Meneladani Pelajaran Hidup KH. M. Abdullah Maksum Jauhari (Gus Maksum)

 

Meneladani Pelajaran Hidup KH. M. Abdullah Maksum Jauhari 
(Gus Maksum)

Gus Maksum
(foto: islam.bangkitmedia.com)

Sepenggal kisah tentang kehidupan guru besar kita Allahu Yarham KH. M. Abdullah Maksum Jauhari (Gus Maksum). Kisah ini diambil dari pengalaman seorang abdi ndalem, sebut saja namanya "ambon"

Kisah ini berawal ketika aku setor uang warung ke Mbah Aisyah.

Waktu itu posisiku jongkok dengan lutut sebelah kanan menempel ke tanah dan kepala menunduk menghadap Mbah Aisyah yang saat itu sedang memotong-motong buncis sendirian di lincak.

Aku: Mbah, kulo Tegal, ajenge ngatur ake yotro wandi.

Mbah: Yo, oleh piro.?

Aku: Angsal kalih atus ewu mbah.

Lalu uang itu Beliau terima dan Beliau memasukanya ke dalam baju bagian atas.

Belum sempat aku berdiri dari posisi jongkokku, Mbah Aisyah tersenyum dan dawuh.

Mbah: Gal, aku gak nduwe duwit, jalukno aku duwit nok Maksum.

Mendengar dawuh Beliau, aku langsung bangkit dan berlari menuju Blumbang. Karena tadi saat jaga warung aku melihat Gus Maksum pergi ke Blumbang, jadi aku tahu harus kemana mencari Beliau Gus Maksum.

Sesampai di depan pintu Blumbang aku hentikan lariku dan dengan mantap aku berjalan masuki area Blumbang. Tak lama kemudian aku melihat Gus Maksum sedang duduk menunduk di pinggir kolam penetasan ikan lele. Dengan hati takut aku pun menghadap Beliau.

(Saat itu terlihat wajah Beliau murung)

Aku: Mbah.

Dengan suara lirih dan tanpa menoleh Beliau menjawab.

Gus Maksum: Sopooo.?

Aku: Tegal Mbah.

Gus Maksum: Lappoo.?

Aku: Kulo di utus Mbah Putri dipun nyuwon arto.

Mendengar nama "Mbah Putri" di sebut sontak Gus Maksum kaget dan terjaga dari lamunannya dan langsung berdiri.

Dengan cepat kedua tangan Beliau meraba-raba saku baju bagian atas. Saat ku perhatikan, aku melihat tangan Beliau sedikit gemetar dan raut wajah terlihat memerah.

Di saku atas Beliau tidak menemukan yang Beliau cari (uang), lalu kedua tangan Beliau berusaha mencari-cari di saku bawah dan menemukan uang, seketika itu juga Beliau (yang masih dalam keadaan gugup dan tangan gemetar) memberikan uang kepadaku.

Setelah uang aku terima, aku pun langsung lari, sesampainya di Pondok (depan toko Gus Habib) aku mengintip uang yang ada dalam genggamanku, lalu aku melihat ada uang pecahan Rp. 100.000,. sebanyak 3 lembar, pecahan Rp. 50.000,. sebanyak 1 lembar, pecahan Rp. 20.000,. sebanyak 1 lembar dan pecahan Rp. 5.000,.  sebanyak 1 lembar. Total ada Rp. 375. 000.

Lalu uang itu aku haturkan ke Mbah Aisyah.

---------------------------------------------------------------------
Dari kisah diatas bisa kita ambil pelajaran, yaitu:

Sehebat apapun dan dalam keadaan apapun seorang anak harus tetap punya "Ikatan Batin" dengan "Kedua Orangtuanya".

Harus Sami'na Wa Atho'na pada orang tua.

Hal ini sesuai dengan yang diajarkan Allah SWT dan Rasulullah, kepada dan telah dipraktekan oleh para guru-guru kita, para Masyayikh Lirboyo.

Sebagai Umat Rasulullah dan Santri Lirboyo kita harus bisa menirunya.

        __SEKIAN__

Untuk Mbah Nyai Aisyah dan Mbah Yai Maksum Al-fatihah

______________________________________________

Sumber: Cerita dari Gus Muzamil putra angkat Gus Maksum yang dikirim di group seduluran GASMI Lirboyo.


Oleh: Devisi SDM dan Pengembangan Pimpinan Cabang GASMI Ponorogo.


Komentar

PAGAR NUSA GASMI CABANG PONOROGO

PAGAR NUSA GASMI CABANG PONOROGO

DARI "GASMA" HINGGA "GASMI" | Sepenggal Sejarah Masuknya GASMI di Kabupaten Ponorogo

DIDIRIKAN SANTRI PANGERAN DIPONEGORO 1850-AN SILAM